Kamis, 21 Januari 2016

Pembangunan Koperasi

 Kebijakan Pembangunan Koperasi

Selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama, pembangunan koperasi di Indonesia telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup memuaskan.Selain mengalami pertumbuhan secara kuantitatif, secara kualitatif juga berhasil mendirikan pilar-pilar utama untuk menopang perkembangan koperasi secara mandiri. Pilar-pilar itu meliputi antara lain: Bank Bukopin, Koperasi Asuransi Indonesia, Kopersi Jasa Audit, dan Institut Koperasi Indonesia. Walaupun demikian, pembangunan koperasi selama PJP I masih jauh dari sempurna.Berbagai kelemahan mendasar masih tetap mewarnai wajah koperasi. Kelemahan-kelemahan mendasar itu misalnya adalah: kelemahan manajerial, kelemahan sumber daya manusia, kelemahan modal, dan kelemahan pemasaran. Selain itu, iklim usaha yang ada juga terasa masih kurang kondusif bagi perkembangan koperasi. Akibatnya, walaupun secara kuantitatif an kualitatif koperasi telah mengalami perkembangan, namun perkembangannya tergolong masih sangat lambat. Bertolak dari pengalaman pembagunan koperasi dalam era PJP I itu, maka pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era PJP II diharapkan lebih ditingkatkan, sehingga selain koperasi tumbuh menjadi bangun perusahaan yabg sehat dan kuat, peranannya dalam berbaai aspek kehidupan bangsa dapat lebih ditingkatkan pula. Hal itu sejalan dengan salah satu sasaran pembangunan ekonomi era PJP II, yaitu pertumbuhan koperasi yang sehat dan kuat.
Implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta dalam hubungan antara Pusat dengan Daerah.Kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam rangka implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi perlu menjadi perhatian. Pembinaan terhadap kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat tetapi juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah untuk mengembangkan koperasi menjadi makin maju, makin mandiri, dan makin berakar dalam masyarakat, serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha, terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam upaya mewujudkan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, maka pembangunan koperasi diselenggarakan melalui peningkatan kemampuan organisasi, manajemen, kewiraswastaan, dan permodalan dengan di dukung oleh peningkatan jiwa dan semangat berkoperasi menuju pemantapan perannya sebagai sokoguru perekonomian nasional.

2.2 Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah
            Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai salah satu perwujudan reformasi pemerintahan telah melahirkan paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selama ini penyelenggaraan pemerintahan di daerah sebagaimana diatur UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah mengandung azas dekonsentrasi, desentralisasi dan pembantuan. Pada masa itu penyelenggaraan Otonomi Daerah menganut prinsip Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban dari pada hak.Hal ini mengakibatkan dominasi pusat terhadap daerah sangat besar, sedangkan daerah dengan segala ketidakberdayaannya harus tunduk dengan keinginan pusat tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat daerah.
Dengan UU 22/1999 pemberian otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada azas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.Daerah memiliki kewenangan yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama.Dengan demikian daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jadi UU Nomor 22 Tahun 1999 memberikan hak kepada daerah berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.Pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat tersebut merupakan prakarsa daerah sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan bukan lagi merupakaninstruksi dari pusat.Sehingga daerah dituntut untuk responsif dan akomodatif terhadap tuntutan dan aspirasi masyarakatnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 ditetapkan kewenangan Pemerintah (Pusat) di bidang perkoperasian yang meliputi :
1.      Penetapan pedoman akuntansi koperasi dan pengusaha kecil menengah.
2.      Penetapan pedoman tatacara penyertaan modal pada koperasi.
3.      Fasilitasi pengembangan sistem distribusi bagi koperasi dan pengusaha kecil dan menengah.
4.      Fasilitasi kerjasama antar koperasi dan pengusaha kecil menengah serta kerjasama dengan badan usaha lain.
Sedangkan selain kewenangan tersebut di atas menjadi kewenangan Daerah, termasuk di dalamnya untuk pembinaan terhadap pengusaha kecil, menengah dan koperasi.Sesuai dengan kewenangan Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat termasuk di dalamnya kepentingan dari pengusaha kecil, menengah dan koperasi.
Implementasi undang-undang otonomi  daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan semakin menghadapi masalah  yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi . Karena azas efisiensi  akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan  yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi  untuk memberikan orientasi kepada Pemerintah didaerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat Propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi menjadi sangat penting. Lembaga keuangan Koperasi yang kokoh di Daerah Otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari Ekonomi Rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar Sumber Keuangan Daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar.
Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk mengha¬dapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre¬dit  bagi koperasi dan usaha kecil  di daerah. Dengan demi¬kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi  di dae¬rah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah  Daerah akan dapat mendesentralisasi pengem¬bangan ekonomi rakyat  dan dalam jangka panjang akan me¬num-buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope¬rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa  keuangan, pelayanan  infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi  selain peluang untuk memanfaatkan potensi  setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi  keuangan, pengem¬bangan jaringan  informasi  serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi  merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat¬nya kehadiran koperasi. Pemerintah  di daerah dapat mendo¬rong pengem-bang¬an lembaga penjamin kredit  di daerah.
UU No. 22 thn 1999 tentang otonomi daerah akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembiayaan lainnya. Peranan Dinas koperasi tingkat provinsi dan kabupaten / kota yang secara fungsional dan diserahi untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan instansi pusat.
Koperasi-koperasi sekunder di tingkat provinsi atau kabupaten/kota harus menjadi barisan terdepan untuk merintis pembelian bersama,terutama untuk produk-produk yang diimpor atau dibeli dari pabrik-pabrik dan perusahaan besar.
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi secara otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kenutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama.Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi terjadinya benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah.

2.3.    Kebijakan Pembinaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Sejak lama Pemerintah sudah melakukan pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah.Pembinaan terhadap kelompok usaha ini semenjak kemerdekaan telah mengalami beberapa perubahan.Dahulu pembinaan terhadap koperasi dipisahkan dengan pembinaan terhadap usaha kecil dan menengah. Yang satu dibina oleh Departemen Koperasi sedangkan yang lain dibina oleh Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. Setelah melalui perubahan beberapa kali maka semenjak beberapa tahun terakhir pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah dilakukan satu atap di bawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Berdasarkan kepada PROPENAS (Program Pembangunan Nasional) 2000-2004 ditetapkan program pokok pembinaan usaha kecil menengah dan koperasi sebagai berikut:
1.      Program penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif.
Program ini bertujuan untuk membukan kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usahan dengan memperhatikan kaidah efisiensi ekonomi sebagai prasyarat untuk berkembangnya PKMK. Sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah menurunnya biaya transaksi dan meningkatnya skala usaha PKMK dalam kegiatan ekonomi.
2.      Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan PKMK dalam memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia. Sedangkan sasarannya adalah tersedianya lembaga pendukung untuk meningkatkan akses PKMK terhadap sumber daya produktif, seperti SDM, modal, pasar, teknologi dan informasi.
3.      Program Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif.
Tujuannya untuk mengembangkan perilaku kewira-usahaan serta meningkatkan daya saing UKMK. Sedangkan sasaran adalah meningkatnya pengetahuan serta sikap wirausaha dan meningkatnya produktivitas PKMK.
Sebelum dilaksanakannya kebijakan Otonomi Daerah pembinaan terhadap usaha kecil menengah dan koperasi ditangani langsung oleh jajaran Departemen Koperasi dan UKM yang berada di daerah.Sedangkan Pemerintah Daerah hanya sekedar memfasilitasi, kalau tidak boleh dikatakan hanya sebagai penonton.Semua kebijakan dan pedoman pelaksanaannya merupakan kebijakan yang telah ditetapkan dari Pusat, sementara aparat di lapangan hanya sebagai pelaksana.Pembinaan yang diberikan tersebut cenderung dilakukan secara seragam terhadap seluruh Daerah dan lebih bersifat mobilisasi dibandingkan pemberdayaan terhadap Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

2.4 Pola Pembinaan UKMK dalam Rangka Otonomi Daerah
Sejalan dengan kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan kepada Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya maka pembinaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah harus melibatkan seluruh komponen di Daerah. Peran Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kewenangan penyelenggaraan pemerintahan Daerah Otonom akan sangat menentukan bagi pembinaan UKMK.
Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah maka pembinaan terhadap Koperasi dan Usaha Kecil Menengah perlu dirumuskan dalam suatu pola pembinaan yang dapat memberdayakan dan mendorong peningkatan kapasitas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tersebut.Pola pembinaan tersebut harus memperhatikan kondisi perkembangan lingkungan strategis yang meliputi perkembangan global, regional dan nasional.Disamping itu juga pola pembinaan tersebut hendaknya belajar kepada pengalaman pembinaan terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi yang telah dilaksanakan selama ini.
Pola pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah yang ditawarkan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saingnya dalam rangka Otonomi Daerah antara lain adalah :
a.      Pelaksana program-program pokok pengembangan UKMK yang telah diatur di dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004 yang meliputi; Program Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif, Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif, dan Program Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif secara terpadu dan berkelanjutan.
b.      Pelaksanaan program-program pengembangan UKMK yang disusun dengan memperhatikan dan disesuaikan kondisi masing-masing Daerah, tuntutan, aspirasi dan kepentingan masyarakat, serta kemampuan Daerah.
c.       Keterpaduan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, masyarakat, lembaga keuangan, lembaga akademik dan sebagainya dalam melakukan pembinaan dan pengembangan koperasi dan usaha kecil  menengah.
d.      Pemberdayaan SDM aparatur Pemerintah Daerah agar mampu melaksanakan proses pembinaan dan pengembangan terhadap koperasi dan usaha kecil  menengah.
e.      Pengembangan pewilayahan produk unggulan sesuai potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam suatu wilayah bagi usaha kecil, menengah dan koperasi dalama rangka meningkatkan daya saing.
f.        Mensinergikan semua potensi yang ada di Daerah untuk meningkatkan pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi sehingga mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan implentasi kebijakan Otonomi Daerah.
g.      Sosialisasi tentang kebijakan perekonomian nasional dalam rangka memasuki era pasar bebas AFTA (ASEAN Free Trae Area), APEC ( Asia Pacific Cooperation) dan WTO (World Trade Organization) kepada seluruh kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi.
Berharap melalui pola pembinaan yang dikembangkan tersebut didapat outcomes yang bersinergi antara kebijakan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi dengan kebijakan Otonomi Daerah.Sehingga antara kebijakan Otonomi Daerah dengan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi terdapat simbiosis mutualisme. Implementasi kebijakan Otonomi Daerah akan menentukan bagi keberhasilan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi serta sebaliknya pelaksanaan pembinaan UKMK akan mendorong keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar