Kebijakan
Pembangunan Koperasi
Selama era pembangunan
jangka panjang tahap pertama, pembangunan koperasi di Indonesia telah
menunjukkan hasil-hasil yang cukup memuaskan.Selain mengalami pertumbuhan
secara kuantitatif, secara kualitatif juga berhasil mendirikan pilar-pilar
utama untuk menopang perkembangan koperasi secara mandiri. Pilar-pilar itu
meliputi antara lain: Bank Bukopin, Koperasi Asuransi Indonesia, Kopersi Jasa
Audit, dan Institut Koperasi Indonesia. Walaupun demikian, pembangunan koperasi
selama PJP I masih jauh dari sempurna.Berbagai kelemahan mendasar masih tetap
mewarnai wajah koperasi. Kelemahan-kelemahan mendasar itu misalnya adalah:
kelemahan manajerial, kelemahan sumber daya manusia, kelemahan modal, dan
kelemahan pemasaran. Selain itu, iklim usaha yang ada juga terasa masih kurang
kondusif bagi perkembangan koperasi. Akibatnya, walaupun secara kuantitatif an
kualitatif koperasi telah mengalami perkembangan, namun perkembangannya
tergolong masih sangat lambat. Bertolak dari pengalaman pembagunan koperasi
dalam era PJP I itu, maka pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era PJP II
diharapkan lebih ditingkatkan, sehingga selain koperasi tumbuh menjadi bangun
perusahaan yabg sehat dan kuat, peranannya dalam berbaai aspek kehidupan bangsa
dapat lebih ditingkatkan pula. Hal itu sejalan dengan salah satu sasaran
pembangunan ekonomi era PJP II, yaitu pertumbuhan koperasi yang sehat dan kuat.
Implementasi kebijakan
Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa
paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta dalam
hubungan antara Pusat dengan Daerah.Kebijakan Otonomi Daerah memberikan
kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam rangka
implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok usaha kecil,
menengah dan koperasi perlu menjadi perhatian. Pembinaan terhadap kelompok
usaha kecil, menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab Pusat
tetapi juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah untuk mengembangkan
koperasi menjadi makin maju, makin mandiri, dan makin berakar dalam masyarakat,
serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha,
terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam upaya mewujudkan demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, maka pembangunan
koperasi diselenggarakan melalui peningkatan kemampuan organisasi, manajemen,
kewiraswastaan, dan permodalan dengan di dukung oleh peningkatan jiwa dan
semangat berkoperasi menuju pemantapan perannya sebagai sokoguru perekonomian
nasional.
2.2 Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai salah
satu perwujudan reformasi pemerintahan telah melahirkan paradigma baru dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selama ini penyelenggaraan pemerintahan di
daerah sebagaimana diatur UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah mengandung azas dekonsentrasi, desentralisasi dan
pembantuan. Pada masa itu penyelenggaraan Otonomi Daerah menganut prinsip
Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi
yang lebih merupakan kewajiban dari pada hak.Hal ini mengakibatkan dominasi
pusat terhadap daerah sangat besar, sedangkan daerah dengan segala
ketidakberdayaannya harus tunduk dengan keinginan pusat tanpa memperhatikan
aspirasi masyarakat daerah.
Dengan UU 22/1999
pemberian otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada
azas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung
jawab.Daerah memiliki kewenangan yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama.Dengan demikian daerah
mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Jadi UU Nomor 22 Tahun
1999 memberikan hak kepada daerah berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya.Pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat
tersebut merupakan prakarsa daerah sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan
bukan lagi merupakaninstruksi dari pusat.Sehingga daerah dituntut untuk
responsif dan akomodatif terhadap tuntutan dan aspirasi masyarakatnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
ditetapkan kewenangan Pemerintah (Pusat) di bidang perkoperasian yang meliputi
:
1. Penetapan
pedoman akuntansi koperasi dan pengusaha kecil menengah.
2. Penetapan
pedoman tatacara penyertaan modal pada koperasi.
3. Fasilitasi
pengembangan sistem distribusi bagi koperasi dan pengusaha kecil dan menengah.
4. Fasilitasi
kerjasama antar koperasi dan pengusaha kecil menengah serta kerjasama dengan
badan usaha lain.
Sedangkan selain
kewenangan tersebut di atas menjadi kewenangan Daerah, termasuk di dalamnya
untuk pembinaan terhadap pengusaha kecil, menengah dan koperasi.Sesuai dengan
kewenangan Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat termasuk
di dalamnya kepentingan dari pengusaha kecil, menengah dan koperasi.
Implementasi
undang-undang otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi
koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya.
Namun koperasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan
pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan
koperasi . Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun
jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan
advokasi oleh gerakan koperasi untuk memberikan orientasi kepada
Pemerintah didaerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di
tingkat Propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi harus mampu
menjalankan fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang
berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi
kewenangan pusat.
Peranan pengembangan
sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten/Kota sebagai Daerah
Otonomi menjadi sangat penting. Lembaga keuangan Koperasi yang kokoh di Daerah
Otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari Ekonomi Rakyat. Disamping itu
juga akan mampu berperan menahan arus keluar Sumber Keuangan Daerah. Berbagai
studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu
menahan arus kapital keluar.
Dukungan yang
diperlukan bagi koperasi untuk mengha¬dapi berbagai rasionalisasi adalah
keberadaan lembaga jaminan kre¬dit bagi koperasi dan usaha kecil di
daerah. Dengan demi¬kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen
terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di dae¬rah. Lembaga
jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat
mendesentralisasi pengem¬bangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang
akan me¬num-buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di
masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope¬rasi juga perlu memikirkan
asuransi bagi para penabung.
Potensi koperasi pada
saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus
bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi
seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian
bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi
setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat
daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengem¬bangan
jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan
teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat¬nya kehadiran
koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendo¬rong pengem-bang¬an lembaga
penjamin kredit di daerah.
UU No. 22 thn 1999
tentang otonomi daerah akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal
alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembiayaan lainnya. Peranan Dinas
koperasi tingkat provinsi dan kabupaten / kota yang secara fungsional dan
diserahi untuk pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi
intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan
pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan instansi pusat.
Koperasi-koperasi
sekunder di tingkat provinsi atau kabupaten/kota harus menjadi barisan terdepan
untuk merintis pembelian bersama,terutama untuk produk-produk yang diimpor atau
dibeli dari pabrik-pabrik dan perusahaan besar.
Potensi koperasi pada
saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi secara otonom, namun fokus
bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kenutuhan yang tinggi
seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama.Dengan
otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat
potensi terjadinya benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah.
2.3. Kebijakan
Pembinaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Sejak lama Pemerintah
sudah melakukan pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah.Pembinaan
terhadap kelompok usaha ini semenjak kemerdekaan telah mengalami beberapa
perubahan.Dahulu pembinaan terhadap koperasi dipisahkan dengan pembinaan terhadap
usaha kecil dan menengah. Yang satu dibina oleh Departemen Koperasi sedangkan
yang lain dibina oleh Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan.
Setelah melalui perubahan beberapa kali maka semenjak beberapa tahun terakhir
pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah dilakukan satu atap di
bawah Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Berdasarkan kepada PROPENAS (Program Pembangunan
Nasional) 2000-2004 ditetapkan program pokok pembinaan usaha kecil menengah dan
koperasi sebagai berikut:
1. Program
penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif.
Program ini bertujuan untuk membukan kesempatan
berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usahan dengan memperhatikan
kaidah efisiensi ekonomi sebagai prasyarat untuk berkembangnya PKMK. Sedangkan
sasaran yang akan dicapai adalah menurunnya biaya transaksi dan meningkatnya
skala usaha PKMK dalam kegiatan ekonomi.
2. Program
Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kemampuan
PKMK dalam memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama
sumber daya lokal yang tersedia. Sedangkan sasarannya adalah tersedianya
lembaga pendukung untuk meningkatkan akses PKMK terhadap sumber daya produktif,
seperti SDM, modal, pasar, teknologi dan informasi.
3. Program
Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif.
Tujuannya untuk mengembangkan perilaku
kewira-usahaan serta meningkatkan daya saing UKMK. Sedangkan sasaran adalah
meningkatnya pengetahuan serta sikap wirausaha dan meningkatnya produktivitas
PKMK.
Sebelum dilaksanakannya
kebijakan Otonomi Daerah pembinaan terhadap usaha kecil menengah dan koperasi
ditangani langsung oleh jajaran Departemen Koperasi dan UKM yang berada di
daerah.Sedangkan Pemerintah Daerah hanya sekedar memfasilitasi, kalau tidak
boleh dikatakan hanya sebagai penonton.Semua kebijakan dan pedoman
pelaksanaannya merupakan kebijakan yang telah ditetapkan dari Pusat, sementara
aparat di lapangan hanya sebagai pelaksana.Pembinaan yang diberikan tersebut
cenderung dilakukan secara seragam terhadap seluruh Daerah dan lebih bersifat
mobilisasi dibandingkan pemberdayaan terhadap Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah.
2.4 Pola Pembinaan UKMK dalam Rangka
Otonomi Daerah
Sejalan dengan
kebijakan Otonomi Daerah yang memberikan kewenangan kepada Daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya maka pembinaan Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah harus melibatkan seluruh komponen di Daerah. Peran
Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kewenangan penyelenggaraan pemerintahan
Daerah Otonom akan sangat menentukan bagi pembinaan UKMK.
Dalam rangka
pelaksanaan Otonomi Daerah maka pembinaan terhadap Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah perlu dirumuskan dalam suatu pola pembinaan yang dapat memberdayakan
dan mendorong peningkatan kapasitas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tersebut.Pola
pembinaan tersebut harus memperhatikan kondisi perkembangan lingkungan
strategis yang meliputi perkembangan global, regional dan nasional.Disamping
itu juga pola pembinaan tersebut hendaknya belajar kepada pengalaman pembinaan
terhadap usaha kecil, menengah dan koperasi yang telah dilaksanakan selama ini.
Pola pembinaan terhadap koperasi dan usaha kecil
menengah yang ditawarkan untuk meningkatkan kapasitas dan daya saingnya dalam
rangka Otonomi Daerah antara lain adalah :
a. Pelaksana program-program
pokok pengembangan UKMK yang telah diatur di dalam Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS) 2000-2004 yang meliputi; Program Penciptaan Iklim Usaha yang
Kondusif, Program Peningkatan Akses kepada Sumber Daya Produktif, dan Program
Pengembangan Kewirausahaan dan PKMK Berkeunggulan Kompetitif secara terpadu dan
berkelanjutan.
b. Pelaksanaan
program-program pengembangan UKMK yang disusun dengan memperhatikan dan
disesuaikan kondisi masing-masing Daerah, tuntutan, aspirasi dan kepentingan
masyarakat, serta kemampuan Daerah.
c. Keterpaduan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, masyarakat, lembaga keuangan, lembaga
akademik dan sebagainya dalam melakukan pembinaan dan pengembangan koperasi dan
usaha kecil menengah.
d. Pemberdayaan
SDM aparatur Pemerintah Daerah agar mampu melaksanakan proses pembinaan dan
pengembangan terhadap koperasi dan usaha kecil menengah.
e. Pengembangan
pewilayahan produk unggulan sesuai potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam
suatu wilayah bagi usaha kecil, menengah dan koperasi dalama rangka
meningkatkan daya saing.
f. Mensinergikan
semua potensi yang ada di Daerah untuk meningkatkan pengembangan usaha kecil,
menengah dan koperasi sehingga mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan
implentasi kebijakan Otonomi Daerah.
g. Sosialisasi
tentang kebijakan perekonomian nasional dalam rangka memasuki era pasar bebas
AFTA (ASEAN Free Trae Area), APEC ( Asia Pacific Cooperation) dan WTO (World
Trade Organization) kepada seluruh kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi.
Berharap melalui pola
pembinaan yang dikembangkan tersebut didapat outcomes yang bersinergi antara
kebijakan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi dengan kebijakan Otonomi
Daerah.Sehingga antara kebijakan Otonomi Daerah dengan pembinaan usaha kecil,
menengah dan koperasi terdapat simbiosis mutualisme. Implementasi kebijakan
Otonomi Daerah akan menentukan bagi keberhasilan pembinaan usaha kecil,
menengah dan koperasi serta sebaliknya pelaksanaan pembinaan UKMK akan
mendorong keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah, dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar